GURU KENCING BERDIRI, MURID KENCING BERLARI

Sejak dinobatkan sebagai guru, terlepas dari status pegawai negeri atau honorer. Mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, menjadi bahan perhatian dan kajian oleh seluruh mata yang memandang terutama siswa-siswinya. Saat guru menginjakkan kaki di lingkungan sekolah, sejak saat itu juga siswanya akan selalu mengamati setiap gerak-geriknya, setiap tutur katanya, dan bahkan sampai ciri khas bau badannya. Guru tidak akan menyangka bahwa setiap apa yang dilakukan dan dikatakan baik sadar maupun tidak akan berbekas pada siswanya dan entah kapan akan terhapus dari sanubari siswa.
Satu hal Dari sejuta hal yang dimiliki guru serta sangat mempengaruhi pembentukan karakter siswa adalah cara guru berbicara. Pemilihan kata, intonasi, mimik, sampai gerak tubuh yang mengikuti bicara guru merupakan “alat peraga” yang memberikan suatu sinyal rasa yang bisa dinikmati enak, tidak enak, baik dan tidak baik oleh si pendengar (siswa). Misalnya, guru yang berbicara terbatah-batah akan membuat siswa lamban dalam berfikir. Guru yang berbicaranya cepat dan keras membuat siswa mudah lelah serta bosan. Guru yang berbicara jorok membuat siswa ingin berbicara jorok dan akhirnya berbuat jorok.
Lihatlahkah kebelakang, sosok guru-guru masa lampau yang mengajar dari hati. Mengajar dari sanubari yang bersih, kata-katanya penuh wibawa, kalimatnya penuh santun, dan ceritanya sarat makna. Tidak hanya ke siswa saja mereka bercira dengan hati, namun dengan sesama guru  mereka tetap memegang prinsip bicara dari hati. Bicara yang mengutamakan keluruhan budi pekerti. Pemilihan katanya penuh kasih sayang, penuh penghormatan, dan terhindar dari kata-kata tak bernilai apa lagi seronok.
Lihatlah hari ini, sosok guru-guru kita! Lupa dengan siapa dia bicara, bahkan dengan sadarnya dan tidak ada rasa malu berbicara dengan kata-kata yang tiada guna, kalimat yang menyakitkan, serta cerita yang menjatuhkan harkat martabat dirinya sendiri sebagai orang yang harusnya digugu dan ditiru. Di kelas, kata-katanya bukan membuat siswa termotivasi malah terbalik 1800, setiap perkataanaya membuat siswa lebih banyak menyalahkan dan meyakini bahwa diri siswa bodoh. Lebih banyak mengecam dan mengancam bukan menasehati. Lebih banyak berteriak bukan dengan lemah lembut. Saat berbicara dengan rekan guru, bahasa yang digunakan sudah menggunakan bahasa yang tidak layak didengar oleh siswa yang ada di sekitarnya.
Tak perlu guru bermimpi untuk merubah seluruh kondisi mental bangsa ini. Cukuplah dia melakukan perubahan pada diri dengan mulai berbicara  dari hati, berbicara yang bermutu, berbicara yang santun, berbicara yang penuh dengan semangat  kebaikan, berbicara dengan didasari ilmu dan menjaga setiap kata yang ke luar dari mulutnya. Bukankah lebih baik diam dari pada berbicara yang tiada guna?. Bukankan diam itu emas ? dengan demikian siswa yang merupakan cikal bakal penerus bangsa ini akan menjadi generasi yang berkarakter mulia karena memiliki guru-guru yang mulia (air hujan jatuhnya kepancuran juga). Agar lebih yakin coba cari jawaban kenapa Allah menciptakan 2 mata, 2 telinga, 2 tangan, 2 kaki, 2 lubang hidung, tapi hanya 1 mulut, sekali lagi hanya 1 mulut??? Semoga guru kita menjadi sosok yang lebih baik. Amiin

No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung, komentar dan saran anda sangat saya hargai demi perkembangan blog ini.